Sabtu, 28 September 2013

Agar Hari Kita Seperti Ramadhan


Bismillahirohmaanirrohim
Assalamualaikum Wr, Wb
Tidak terasa kita telah ditinggalkan oleh tamu yang teristimewa, yang membawa berkah dan nikmat yang luar biasa, yaitu bulan Ramadhan. Berkah Ramadhan meliputi segala aspek di sekitar pribadi kita masing-masing, suasana yang damai, penuh nikmat, yang jarang kita rasakan dalam bulan-bulan yang lain senantiasa kita rasakan dalam Ramadhan. Allah memberikan kelipatan pahala bagi setiap amalan baik kita, dan Allah membuka lebar pintu maaf-Nya. Nikmat Ramadhan inilah yang mendorong diri kita, membangkitkan keimanan dan ketaqwaan kita sehingga kita rajin dan bersemangat dalam beramal ma,ruf serta menghindari yang munkar. Ini merupakan salah satu nikmat terbaik yang kita dapat di bulan suci Ramadhan. Akan tetapi saat ini, kita telah ditinggalkan oleh bulan penuh berkah ini. Apakah setelah Ramadhan meninggalkan kita, iman dan taqwa kita juga pergi meninggalkan diri kita? Jika kita tetap ingin memiliki keimanan dan ketaqwaan seperti saat bulan, bagaimanakah caranya? Insyaallah berikut salah satu jawabannya yang kami kutip dari ceramah ust.Mustain.
                              

Salah satu kuncinya adalah istiqomah. Istiqomah dalam arti luas yaitu konsisten, rutin dalam melakukan segala sesuatu. Namun dalam konteks ini, istiqomah yang kita maksud adalah istiqomah dalam arti khusus yaitu konsisten, rutin dalam melakukan sesuatu yang baik(ibadah).

Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.
Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)

Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
1.      Istiqomah di jalan tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
2.      Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
3.      Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.
Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan.
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput[3] “Janganlah takut dan janganlah bersedih“. Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan.
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”
Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14)
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَوَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَقَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadist Abu Usamah dikatakan, "selain engkau"]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”

Cara Beristiqomah
Istiqomah dapat dilakukan karena kebiasaan, mulai dengan mengerjakan suatu kebaikan tanpa menganggapnya suatu yang berat. Sehingga kebaikan yang dulu dianggap berat menjadi ringan dan terasa mudah untuk diamalkan karena telah menjadi kebiasaan.
Selalu perangi hawa nafsu kita dan syaitan. Jangan memanjakan hawa nafsu dan syaitan. Berjuang, berperang melawan kedua hal tersebut, memaksakan yang baik kepada diri kita sehingga kebaikan itu menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi perilaku selanjutnya perilaku menjadi karakter, pribadi seseorang. Karakter yang terbentuk merupakan karakter seorang mukmin, yaitu karakter yang ramah, santun, lagi baik hati.


Kiat-kiat agar tetap Istiqomah
1.  Menjiwai Syahadat, Ashadu an laa illaha illAllah wa ashadu anna Muhammadarrosululloh. Syahadat yang bagus adalah hatinya benar-benar tidak menuhankan apapun selain Allah. Kalau sudah bulat hati ke Allah, maka mahluk, harta, kedudukan duniawi, popularitas tidak jadi sandaran. Makanya, setiap orang yang hatinya masih menganggap ada selain Allah yang bisa memberi nikmat, memberi karunia, memberikan manfaat maka amalnya ditujukan untuk sesuatu, ini sulit untuk istiqomah, karena sesuatunya itu akan berhenti juga, bisa berhenti memperhatikan, bisa berhenti memberi, dan sebagainya.

Berkahnya orang istiqomah itu dicintai Allah, selain dijaga malaikat dicintai Allah. Orang yang istiqomah itu kalaupun suatu saat Allah menahannya dari beramal, pahalanya insya Allah dapat. Misalnya kita istiqomah sholat jama’ah, lalu Allah menakdirkan sakit atau hujan lebat, itu pahalanya tetap dapat. Atau kita istiqomah tiap malam tahajud, suatu saat Allah memberikan tidur yang pulas karena capek habis belajar, habis kerja, itu tetap dapat pahala tahajud.

2.  Pelajari ibadah yang membuat kita nyaman dan pelajariilmunya lebih banyak. Ada orang yang mampu menghapal Al Quran dengan baik, ada orang yang bagus tahajudnya, ada yang bagus shaum Senin-Kamis atau shaum Daud-nya kuat, ada yang bagus wiridnya, ada yang bagus sedekahnya. Lakukan ibadah secara bertahap saja karena Allah juga sudah tahu persis keterbatasan kita, yang penting kualitasnya terjaga.

3.  Pelajari dalil(ibadahnya) dengan baik dan amalkan, mencontoh Rasulullah yang saat mau tidur membaca doa, baca ayat Kursi, surat Al- Fatihah, Al- Ikhlas, Al- Falaq, An- Nas, lalu usap ke wajah. Gunanya melakukan itupun untuk keselamatan diri. Atau menjaga wudhu. Ini amalan para kekasih Allah, selalu menjaga diri suci. Siapa tahu nanti waktu sholat masuk kita tidak dapat air, kalau dalam keadaan wudhu kan lebih mudah.

4.  Sering menbaca kisah-kisah orang sholeh yang inspiratif,  kisah para sahabat, ulama atau orang- orang yang memang memiliki ketenangan. Seperti Sayid Qutub yang menjelang wafat, sikapnya tetap tenang, jernih, wajahnya jernih walaupun dipukul, dicabuk, hanya menyebut nama Allah ketika mau diseret ke tiang gantungan.

5Tidak bosan bertaubat. Dengan taubat, nanti hati makin bening, makin adem, makin ajeg, makin banyak yang bisa kita lihat dalam hidup ini. Kalau taubatnya bagus, rezeki nanti kelihatan, jalan keluar juga kelihatan. Persoalan pasti banyak, tapi jangan takut. Tidak ada yang harus kita takuti dengan persoalan kita, sesungguhnya Allah memberi solusi terhadap tiap-tiap persoalan itu minimal dua jalan.

Semoga dengan sedikit ilmu ini kita mampu menjadi sosok pribadi mukmin yang diinginkan Allah SWT dan sesuai tauladan dari junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.



  



Kiat-kiat agar tetap Istiqomah


  

Jumat, 20 September 2013

Hidup Itu Untuk Allah

Bismillahirrahmanirrahim
Kehidupan merupakan sebuah perjuangan kita sebagai hamba-Nya untuk memperjuangkan sebuah kebahagiaan yang abadi. Bukan kebahagiaan yang bersifat sementara, hanya dapat dirasakan pada suatu waktu saja dan akan habis dalam suatu waktu pula. Namun sebuah kemenangan yang besar, yang hanya akan didapatkan oleh mereka hamba-Nya yang selalu menyeru untuk selalu beribadah kepada-Nya. Menjadi penghuni surga-Nya dan termasuk ke dalam barisan umat dari utusan-Mu,  nabi Muhammad SAW, itulah sebuah kemenangan yang sebenarnya bagi mereka yang beriman.

Dengan kata lain kehidupan kita di dunia ini adalah semata-semata hanya beribadah kepada Allah untuk bekal kita di akhirat nanti. Seperti firman Allah dalam Al-Quran Surah Adz-Dzariat (51:56) artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Mulai kita dilahirkan di bumi ini hingga nanti ruh kita diambil dan dikembalikan kepada-Nya, haruslah aktivitas yang kita lakukan selama itu bernilai ibadah kepada-Nya.
Definisi ibadah itu sebenarnya luas, tidak terpaut hanya ibadah-ibadah yang biasa disebut di dalam rukun islam dan ibadah mahdhah lainnya saja. Melainkan seluruh aspek kegiatan kita setiap waktunya juga dinamakan ibadah. Tidur, mandi, makan, kuliah, bekerja, membantu orang lain, berkendara, dan seluruh aktivitas sehari-hari kita lainnya hingga kembali lagi untuk istirahat di malamhari, amatlah rugi apabila kita hanya mengerjakannya demi sebuah balasan materi maupun kebahagiaan lainnya saja yang bersifat sementara.
Kita sering dan senang melakukan aktivitas sehari-hari kita namun ternyata di mata Allah tidak bernilai ibadah. Untuk mengubah aktivitas tersebut menjadi sebuah nilai ibadah kepada Allah, salah satu caranya adalah mengubah niat dalam hati kita agar dalam melakukan kegiatan tersebut semata-mata karena hanya ingin mendapatkan ridho Allah dan seluruh isi dunia ini hanyalah sebuah bonus yang Allah berikan kepada kita.

Tentunya apabila kita sudah meniatkan aktivitas tersebut untuk mendapatkan ridho-Nya, pastilah akan berjalan sesuai dengan syariat dan pedoman kita, Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian akan hadir dalam diri kita sebuah perasaan takut dan berharap kepada Allah agar diri ini selalu terjaga dan selalu termotivasi untuk selalu merubah kebiasaan lamanya menjadi kebiasaan baru yang sesuai dengan pedoman kita.
Misalkan di kala kita ingin berisitirahat di malamhari, dengan mengikuti perintah Allah danRasul-Nya untuk tidak tidur larut malam, membaca doa-doa yang dianjurkan kemudian tidur sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Lalu meniatkan bahwa tidur ini semata-mata adalah sebuah proses isi ulang tenaga, pikiran, tubuh kita supaya bisa kembali segar pada saat bangun dan bisa kembali beribadah di saat 1/3 malam terkahir untuk melakukan qiyamullail dan disambung dengan shubuh berjamaah di masjid dan seterusnya. Maka dengan demikian tidur malam kita bisa dinilai ibadah di mata Allah SWT.
Begitu juga dengan kegiatan/aktivitas sehari-hari lainnya. Pointnya adalah lakukan aktivitas tersebut dengan niat karena ingin mendapatkan ridho-Nya, dimulai dengan selalu membaca kalimat basmallah dan diakhiri dengan kalimat hamdallah. Sebagai mana dalam sebuah hadis tarbain dijelaskan : Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai dengan niat dan segala perkara itu tergantung apa yang diniatkan.  Maka barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk karena urusan dunia atau wanita untuk dinikahi maka hijrahnya untuk apa yang telah diniatkannya tersebut.
Semoga kita semua selalu diberikan kemudahan untuk selalu dijagakan hati kita untuk terus terpaut dengan-Nya, baik di saat beribadah mahdah maupun dalam berkativitas. Dan yang terakhir semoga kita dapat mencapai sebuah kemenangan yang ‘abadi’, kemenangan tiada batas, dan dikumpulkan kembali bersama ayah, ibu, orang tua, saudara, kerabat, dan orang-orang yang kita cintai di Surga-Nya. Aamiin