Selasa, 15 Oktober 2013

Makna Yunus ayat 57



Al Quran sebagai Penyejuk Hati (Q.S. Yunus: 57)
1)Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu 2)pelajaran dari 3)Tuhanmu dan 4)penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan 5)petunjuk serta 6)rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus: 57)

1)      Hai Manusia bermakna semua manusia, setiap manusia tua, muda, kaya, miskin, pria, wanita, sehat, sakit dll tanpa terkecuali, dimana saja.

2)      Pelajaran = Tuntunan = Pedoman. Pelajaran di sini bermakna tuntunan/pedoman akhlak/ karakter manusia, sikap hidup manusia di bumi ini.
Pelajaran di sini juga bermaksud sebagai pedoman manusia (orang beriman) untuk membedakan yang haq dan batil, benar-salah, untung-rugi, dan yang terpenting yaitu ‘apakah Allah meridhai kita’. Jadi Allah menurunkan wahyu Al Quran kepada Rasulullah sebagai pelajaran/tuntunan/pedoman dalam segala aspek kehidupan.

3)      Rabb/Tuhan. Jika kita dapat mencintai Allah, memperlakukan Allah sebagai Dzat yang dicintai maka kita akan memperlakukan segala pemberian/karunia Allah dengan sebaik-baiknya(secara istimewa). Jika kita beriman kepada Allah maka akan menerima segala ketetapan Allah dengan rasa syukur dan sabar. Iman adalah “ Kita mempercayai dengan keyakinan yang sungguh ”. Analogi: ‘ Jika kita sangat kehausan dalam cuaca yg teramat panas, kita mengharapkan sesuatu yg dingin dan menyegarkan misalnya es’…’, kita meyakini jika setelah kita meminum es tersebut maka dahaga kita akan hilang, meskipun kita belum mendapati es tersebut tetapi kita yakin bahwa itu akan mampu menghilangkan rasa haus dan dahaga kita’. Itulah analogi iman, meskipun kita belum mendapati janji-janji Allah tetapi kita tetap yakin pasti Allah akan menepatinya kelak suatu saat.
Salah satu cara agar kita senantiasa cinta kpd Allah adalah kita yakin bahwa Allah itu Maha Besar, sedangkat kita itu kecil jadi kita harus mencintai dan merasa rindu kepada Allah agar kita selalu dalam naunganNya.

4)      Penyembuh/Obat
Obat di sini bermakna bahwa Al Quran sebagai Obat Hati.
Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah dalam tunuh manusia terdapat segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi apabila rusak, maka niscaya rusaklah pula seluruh tubuhnya. Sesungguhnya segumpal daging itu adalah Hati.” (HR Bukhari Muslim).
Hati merupakan lahan rebutan bagi malaikat dan syaitan.
Hati = Perasaan. Sebagai perasaan hati mengandung: Syahwat, Hawa nafsu, Amarah, Hiba, Simpati, dll.
Hati dapat terserang penyakit. Penyakit hati antara lain: Suudzan, Ragu-ragu, Munafik, Benci, Dendam, Iri, Dengki, dll. Untuk mengatasi penyakit hati kita perlu Obat hati yaitu Keikhlasan.
Sikap dan perilaku kita untuk menghadapi penyakit hati:
1. Kembali kepada ajaran Al Quran, Sunnah, dan Ijtihad para ulama
2. Memperdalam ilmu agama dengan benar, supaya kita mengetahui mana yang haq dan batil
 

5)      Petunjuk, bermakna AlQuran sebagai petunjuk kepada manusia dalm menjalani kehidupan agar sesuai kehendak Allah


6)      Rahmat, bermakna kasih sayang Allah kepada hambanya. Allah menurunkan Al Quran dengan berbagai kelebihan, makna, dan maksud adalah semata-mata karena cinta dan kasih sayang Allah kepada mahkluk-mahkluk-Nya yang luarbiasa besar. 

Minggu, 06 Oktober 2013

Ber-Qurban yuk!!!

Ber-Qurban yuk!!!
T
idak terasa setahun telah berlalu, juga tidak terasa telah 2 bulan lebih Ramadhan pergi. Dan kini telah tiba kembali musim haji, serta sebentar lagi akan hadir Idul Adha 1434 H atau banyak yang menyebut sebagai “Lebaran Haji”.
Tau kan apa itu Idul Adha? Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.
Pasti masih ingat mengenai kisah Nabi Ibrahim A.S dan Ismail A.S. Dimana Nabi Ibrahim A.S hendak mengorbankan Nabi Ismail A.S demi menunjukkan tingkat ketaatan kepada Allah SWT. Dan menunjukkan tingkat kehambaan yang sejati  tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul istislam.

Kok bisa? Kok mau? Atau Kok rela? Sebagai seorang yang begitu beriman dan taat akan semua perintah Allah SWT selain menjadi seorang Nabi. Tentu saja Ibrahim dan Ismail bersedia melakukannya dengan perintah Allah semata,
Dan kejadian selanjutnya pasti tau kan? Yak, benar. Ismail telah ditukar dengan seekor domba oleh Allah SWT.

Coba bayangkan, ketika kita sebagai ayah atau sebagai anak yang mendapat tugas seperti kisah tersebut. Mampukah kita mencapai tingkat keimanan seperti Ibrahim dan Ismail. Saya sendiri sih juga ragu.hehe
Sekarang yang patut kita lakukan adalah meneruskan semangat keimanan Ibrahim dan Ismail dalam melaksanakan Qurban. Namun bukan itu saja yang harus kita lakukan, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Islamil dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu. Sudahkah kita ber-Qurban? Atau sudah mampukah kita ber-Qurban? Mungkin diantara kita sudah ada yang pernah dan mampu ber-Qurban, baik itu dari penghasilan pribadi ataupun ber-Qurban bersama keluarga. Namun, mungkin juga diantara kita yang belum bisa atau belum mampu untuk ber-Qurban. Dan yang menyedihkan adalah ketika kita mampu namun berat untuk ber-Qurban dengan alasan masih banyak kebutuhan yang ingin dipenuhi. Padahal yang memberi dan yang memiliki itu adalah Allah SWT. Bisa jadi Allah akan melancarkan rezeki dan mencukupi segala kebutuhan kehidupan kita dengan ber-Qurban terlebih dahulu.

Mengenai besarnya pahala berqurban,sahabat Ali r.a mengatakan :"barangsiapa berangkat dari rumah hendak membeli hewan qurban,maka setiap langkahnya memperoleh 10 kebaikan dan dihilangkannya 10 keburukan,serta dinaikan 10 derajat..."(jawahir zadah)

Nabi SAW bersabda kepada Aisyah :hai aisyah,majukanlah hewan kurbanmu dan saksikanlah,sebab sejak tetes pertama darah hewan kurban itu jatuh ke bumi,Allah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu.jawab Aisyah :"apakah hal itu khusus bagi kami ataukah bagi umumnya orang mukmin,ya rosul? beliau menjawab : ya berlaku bagi kami dan umumnya kaum mukmin".
wahab bin munabbih berkata: nabi daud as,berkata"Ya Allah,sebesar apakah pahala orang yang berkurban dari umat nabi muhammad saw?

jawabNya :"aku memberi pahala kepadanya,setiap bulu dari badan hewan kurbannya 10 kebaikan,aku hapus 10 keburukan,serta kunaikan 10 derajat,baginya setiap rambut menjadi gedung di surga,seorang bidadari yang ayu dan kendaraan bersayap berkecepatan tinggi,ia kendaraan ahli surga..."(zahratul riyadl)
Sedikit kutipan dari buku berjudul “Difference for Excellence”. “Untuk menolong si miskin, seseorang tidak perlu menunggu jadi kaya. Untuk menolong orang susah, ia tidak perlu menunggu hidupnya mudah. Untuk menolong orang bodoh, ia tidak perlu menunggu menjadi pintar dulu. Untuk melakukan kebaikan, ia tidak harus menunggu segala sesuatu pada dirinya sempurna dulu. Justru penyempurnaan akan dicapai saat kebaikan itu dijalankan. Penyempurnaan itulah yang akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya amal kebaikan.”
Satu lagi artikel yang saya kutip dari sebuah website. “Suatu waktu di jaman kuliahnya dulu kawan saya menceritakan berniat akan berQurban karena disuruh oleh orang tuanya. Singkat cerita dia kemudian hunting ke desa-desa untuk mencari kambing buat Qurban. Akhirnya tiba lah dia di sebuah desa di kabupaten Bantul Yogyakarta. Dia mendapati seorang anak desa yatim miskin karena sudah ditinggal mati bapaknya. Anak tersebut punya beberapa ekor kambing yang siap dijual untuk dipakai berQurban. Kawan saya kemudian menceritakan berniat membeli satu ekor kambing yang paling besar diantara kambing lainnya. Tetapi anak tersebut menolak menjualnya. Teman saya kemudian bersikeras mencoba membujuk anak tersebut agar mau menjual kambing yang paling besar tersebut. Tapi anak tersebut tetap bersikeras menolak dan mengatakan: “Silahkan Bapak pilih kambing saya yang lainnya, Pak asal jangan kambing yang paling besar ini.”

Teman saya kemudian menawar: “Berapa harga yang kamu minta untuk kambing yang paling besar ini, Dik? Tolong sebutkan berapa, saya tidak akan nawar dan berapa pun harga yang kau minta saya akan bayar,” tegas kawan saya sedikit memaksa.

Anak tersebut tetap bersikukuh tidak mau menjual kambing yang paling besar tersebut. Selidik punya selidik kawan saya jadi makin penasaran apa yang menjadi alasannya sehingga anak tersebut kekeh, tidak mau menjual kambingnya. Dan inilah alasan anak itu, yang membuat kawan saya jadi tersentak kaget mendengar jawabanya. “Bapak, kambing ini tidak saya jual karena mau saya pakai buat Qurban saya sendiri.”

Betapa terkejutnya kawan saya tersebut mendengar jawaban polos anak tersebut. Anak yang masih kecil, melarat, yang baru menginjak umur belasan tahun, dan masih duduk di bangku kelas 5 SD, yang untuk hidup sehari-hari saja susah, kok ya mau berQurban? Apalagi ini kambing yang paling besar pula, yang tentu saja bagi kebanyakan orang yang mau sedekah tentu merasa eman-eman untuk memakainya buat Qurban. Mending dijual aja buat makan atau biaya hidup lainnya. Toh, dia masih bisa Qurban dengan kambing lainnya yang lebih kecil. Deg! Kawan saya tersebut langsung menangis terharu, tersentuh hatinya mendengar jawaban polos anak tersebut. Jawaban, yang sekali lagi sudah mementahkan pendapat saya dan pendapat dia juga, bahwa berQurban hanya dilakukan oleh orang-orang kaya dan dewasa saja.”
(http://www.diptara.com/2009/11/berqurban-benarkah-hanya-untuk-orang.html#ixzz2gwhlZ436)

Manfaat berqurban
1. Menghidupkan sunnah Nabi ALLAH, Ibrahim a.s.,
2. Mendidik jiwa ke arah taqwa dan mendekatkan diri kepada ALLAH.
3. Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat murah hatu dan berjihad di jalan ALLAH.
4. Menghapuskan dosa dan mengharap keridhaan ALLAH.
5. Menjalinkan hubungan kasih sayang sesama manusia.

Nah, masih ragukah kita untuk ber-Qurban? Belum terbukakah hati kita untuk berbagi kenikmatan daging kambing atau sapi bersama kaum duafa yang belum menikmatinya? Bila kita mampu membeli daging untuk dikonsumsi sebegitu seringnya, susahkah kita menahannya demi menyisihkan rezeki untuk ber-Qurban. Jika memang merasa masih begitu berat mengorbankan harta yang dititipkan Allah kepada kita untuk ber-Qurban. Mari bergabung dalam iuran Qurban, atau menyisihkan sedikit-demi sedikit hingga di tahun berikutnya mampu ber-Qurban sendiri. Amin.