Minggu, 19 April 2015

MENGEJAR WAKTU

MENGEJAR WAKTU

Udara mulai terasa dingin. Kukeluarkan kepalaku dari jendela angkutan umum untuk merasakan langsung dingin dan sejuknya  udara desa. Sepanjang jalan aku melihat bunga orange bermekaran. Seketika ingatanku mengarah pada seseorang, bergegas aku mengeluarkan hp melihat catatan yang aku tandai pada tanggal 31. Desember!! Sudah Desember. Ya, bulan penutup telah datang. 2014 Seperti melaju dengan kecepatan cahaya. 2014 Akan pergi meninggalkan cerita untuk setiap insan yang menggunakan jatah usianya setahun ini. Pikiranku mulai terbang keberbagai masa. Melintasi memori ketika aku menangis tidak mau disuruh ibu untuk tidur siang. Melintasi memori ketika aku tertawa dengan sahabat SMP ku dibawah pohon jambu. Melintasi memori ketika aku bahagia menjuarai perlombaan puisi di Kabupaten. Melintasi memori ketika aku terpuruk kehilangan teman – teman yang terlebih dahulu kembali kepada – Nya. Melintasi memori mencekam disaat senior marah – marah karena kesalahan kami sebagai junior. Melintasi memori ketika aku harus mendiami sahabat kecilku yang berakhir kurang menyenangkan. Melintasi memori ketika aku melukai hati ibuku dan membuatnya menangis.  Melintasi memori ketika aku bersimpuh dihadapan – Nya, memohon ampunan dan perlindungan - Nya. Namun aku kembali mengulangi kesalahan yang sama. Aku malu.
Ada yang mengalir di ujung mataku. Tahu – tahu air mata keluar begitu saja. Aku kembali menghela napas sembari mengembangkan senyum di ujung bibir. “Ternyata aku sudah tua, sisa usiaku tinggal berapa ya??” kataku dalam hati. Aku turun dari angkutan umum lalu kulangkahkan kaki menghampiri seseorang yang setia menungguku dari tadi pagi. Aku tahu dia telah lama duduk di kursi kayu itu, terbukti dengan benang rajutan yang telah berubah wujud menjadi penutup meja setengah jadi. Aku memeluknya dari belakang, mendekapnya penuh kasih dan kehangatan. Aku tahu ini tak akan sebaik yang dilakukannya 20 tahun lalu ketika aku merengek dan menangis. Aku tak mau berkata apa – apa. Aku hanya ingin berada disampingnya. Mencoba membayar luka yang dulu sering aku goreskan di hatinya, ibuku.
“Kamu sholat nak?” tanya ibu dalam. “ Iya buk, saya sholat. Ada apa buk?” “Ayo kita ngaji dulu sebelum adzan maghrib berkumandang, ibuk rindu kita mengaji bersama.” Pinta ibu sedikit manja. Bergegas aku ambil quran di tempat sholat lalu kami mengaji bersama. Sesampainya di surat Al Ashr aku kembali teringat akan 2014 yang bersegera menghapus parasnya.

v  Demi masa
v  Sungguh, manusia berada dalam kerugian
v  Kecuali orang – orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan
serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran

Apa yang telah aku lakukan selama ini? Apa jasa yang telah aku berikan untuk saudaraku? Apa manfaat yang telah aku tebarkan di bumi? Apa karya yang telah aku persembahan untuk negeriku? Apa perubahan yang telah aku lakukan untuk dunia? Apa pengorbanan yang telah aku berikan untuk agamaku?
Waktu terus berlalu. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun melintas begitu cepat. Aku begitu kualahan mengejarnya. Hidupku seakan berada diantara dua tembok yang secara bersamaan menghimpitku dari berbagai sisi. Jika waktu adalah makhluk bernyawa sepertiku, maka dengan gagah berani aku akan memaksanya untuk menungguku. Setidaknya menyuruhnya berhenti sejenak untuk memberi aku bonus waktu supaya aku dapat beristirahat dari semua permasalahan hidup yang tak kunjung usai. Jika waktu diperjual belikan maka aku akan menjadi orang pertama yang mengantri untuk membeli waktu setiap paginya. Ilusi!! Betapa lemah diriku ketika pikiran itu muncul. Lemah, karena aku tak mampu menjadi kusir yang handal untuk diriku. Aku menengokkan kepalaku ke kanan, aku melihat ibuku masih meneruskanmembaca Al Quran. Kusandarkan kepalaku dibahunya sambil membatin membangun komitmenku. Bukan dengan siapa – siapa, aku ingin berkomitmen dengan diriku sendiri. Jika waktu tak bisa menungguku maka akulah yang harus memaksakan diri mengejarnya. Cukuplah kesia – siaan ini, aku harus bangun agar tidak mematahkan harapan orang – orang yang mencintaiku. Terutama wanita hebat disampingku, ibu.

by: NIQMATUL KURNIATI
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar